Maulid Nabi merupakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Peringatan ini menjadi momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia untuk memperingati dan menghormati sosok Nabi Muhammad yang membawa ajaran Islam yang penuh kedamaian dan kasih sayang.
Namun, bagaimana sebenarnya sejarah munculnya peringatan Maulid Nabi dan bagaimana perayaan ini bisa sampai ke Nusantara? Berikut penjelasannya.
Sejarah Awal Peringatan Maulid Nabi
Dikutip dari buku Sejarah Maulid Nabi oleh Ahmad Sauri, tradisi memperingati Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh masyarakat Muslim di Arab pada tahun kedua Hijriah. Kemudian, pada masa Dinasti Abbasiyah sekitar tahun 786 M, tradisi ini semakin berkembang.
Menurut Nuruddin Ali dalam Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa, ibu dari Amirul Mukminin Musa Al-Hadi dan Al-Rasyid, yakni Khaizuran, memerintahkan perayaan Maulid Nabi di Masjid Nabawi, Madinah. Kemudian meluas ke Makkah dan diadakan di rumah-rumah warga. Khaizuran memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Maulid Nabi selama kekuasaan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah. Ia berhasil menyebarkan tradisi ini di wilayah Arab, menjadikan Maulid Nabi sebagai momen untuk terus mengingat ajaran dan kepemimpinan Rasulullah SAW.
Asal Usul Peringatan Maulid Nabi
Ada beberapa teori yang menjelaskan asal usul peringatan Maulid Nabi. Teori pertama menyebutkan peringatan Maulid Nabi pertama kali muncul di Kairo, Mesir pada abad ke-10 Masehi di masa Dinasti Fatimiyah, sebuah dinasti yang menganut ajaran Syi’ah. Dinasti Fatimiyah mengadakan peringatan Maulid sebagai salah satu cara untuk memperingati tokoh-tokoh penting dalam Islam, terutama kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini kemudian diadopsi oleh umat Islam di wilayah lainnya, termasuk wilayah yang menganut ajaran Sunni.
Teori lain menyatakan bahwa Maulid Nabi dirayakan oleh Gubernur Irbil di Irak, Sultan Abu Said Muzaffar Al-Din Gökböri, yang mengundang para ulama, ahli tasawuf, dan masyarakat luas untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Peringatan ini dilakukan dengan memberikan sedekah kepada fakir miskin serta menyediakan jamuan bagi masyarakat. Selain itu, Sultan Gökböri mengadakan perayaan Maulid dengan pembacaan puji- pujian dan syair tentang Nabi Muhammad (Barzanji). Tradisi ini kemudian menyebar luas di berbagai wilayah dunia Islam, termasuk ke wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Ada juga yang berpendapat bahwa Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi atau Muhammad Al-Fatih adalah salah satu tokoh yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid Nabi secara besar-besaran. Peringatan ini bertujuan meningkatkan semangat jihad umat Islam dalam menghadapi Perang Salib dan merebut kembali Yerussalem dari kaum Salibis Eropa.
Masuknya Peringatan Maulid Nabi ke Indonesia
Peringatan Maulid Nabi masuk ke Indonesia tak luput dari penyebaran Islam. Ada salah satu teori yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia di bawa oleh para pedagang asal Persia, Irak. Salah satu alasannya karena perayaan Maulid Nabi di Indonesia hampir sama dengan perayaan Maulid Nabi di Irak.
Pada masa Kesultanan Demak, yang berdiri pada abad ke-15, Maulid Nabi menjadi salah satu acara keagamaan besar. Sultan Demak dan para ulama menjadikan Maulid Nabi sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, serta untuk memperkuat dakwah Islam di kalangan masyarakat Jawa . Peringatan Maulid Nabi di Indonesia menjadi semakin populer seiring dengan perkembangan Islam di Nusantara.
Kontroversi dan Perdebatan tentang Perayaan Maulid Nabi
Meskipun peringatan Maulid Nabi sangat luas diterima di Indonesia dan berbagai negara Muslim lainnya, tradisi ini tidak luput dari perdebatan. Beberapa ulama berpendapat bahwa Maulid Nabi adalah praktik yang tidak diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW atau para sahabatnya, sehingga ini dianggap sebagai bid’ah (sesuatu yang baru). Namun, banyak pula ulama yang mendukungnya selama perayaan tersebut dilakukan dengan niat yang baik dan mengandung unsur penghormatan serta kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Imam Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani, seorang ulama besar dalam bidang hadits, pernah menyebutkan bahwa memperingati Maulid Nabi merupakan perbuatan baik selama diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, seperti membaca kisah hidup Nabi, membaca puji-pujian kepada Nabi, bershalawat, dan memperdalam ilmu agama. Pandangan inilah yang banyak diikuti oleh ulama-ulama di Indonesia dan dunia, sehingga peringatan Maulid Nabi menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Islam.
Penulis: Rangga Fajar Oktariansyah